Friday, February 22, 2013

Kasih Tak Sampai

“Sudah kupikirkan  kalau inilah jalan terbaik untuk kita....” 

Santai. Memang terkadang Willy memang suka bercanda yang aneh-aneh. Aku tak pernah menghiraukannya.
“Aku serius, Sar..! Sudah kupikirkan kalau inilah jalan terbaik untuk kita (PUTUS),” ujar Willy dengan mimik muka yang sangat serius.
Degg!! Aku terhenyak. Jadi, dia tidak bercanda.
“Pasti ada alasannya kan?”, tanyaku setelah kami terdiam cukup lama.
“Aku ingin belajar”, sahutnya dasar, tanpa menatapku.
“Huh, alasan klise !” 
‘Maksud kamu gara-gara hubungan kita ini, semuanya menyebabkan kamu tidak bisa belajar? Aku kan tidak pernah mengganggumu? Beri alasan yang lebih masuk akal dong!’ kataku emosi.
“Tapi memang
itu alasannya kok, udahlah Sar, semua sudah berakhir. Aku minta maaf kalau seandainya semua ini membuatmu sakit. Maaf, aku nggak punya pilihan...., “ papar Willy tanpa beban.
Aku terdiam, mencoba menganalisis semuanya. Terasa menyakitkan...
“Sar? Kamu nggak apa-apa kan?” Tanya Willy begitu melihatku terguncang. Lagi-lagi kami terdiam.
Tapi kita masih berteman kan?” Tanyaku tanpa bisa lagi menahan air mataku.
Willy mengangguk “Aku pulang dulu ya, Sar,” pamitnya. Aku mengangguk pasrah.
Kupandangi sosok tegak Willy yang perlahan menjauh. Tangisku pun pecah. Aku sayang Willy... Aku suka Willy Tuhan, kembalikan Willy-ku!

Aku dan Willy sudah berpacaran hampir satu tahun, tepatnya waktu kami kelas 3 SMA. Waktu itu aku hampir tak percaya kalau Willy menyatakan perasaannya padaku. Aku bahagia... ada seseorang yang menyayangiku. Maklumlah, sejak mama-papa bercerai jiwaku kosong dan hampa tanpa kasih sayang. Hari-hariku dengan Willy terasa begitu indah. Begitu berwarna. Semua terasa bagaikan mimpi.

Memang belakangan ini aku merasa Willy seakan-akan menghindariku. Padahal aku sudah mencoba untuk memberikannya perhatian yang luar biasa. Tapi itu semua tetap saja tidak mengubah keadaan. Dan puncaknya adalah tadi malam. Willy memutuskan aku! Padahal selama ini aku tak pernah menuntut apa pun darinya.
“Sar, aku turut prihatin,” ujar Yanni seraya tersenyum iba.
Aku mengangguk lesu, mengedarkan pandangan ke kelas yang sepi. “Lihat basket yuk! Jam istirahat gini jangan ngedekem aja dong’.

Yanni menarik tanganku. Terpaksa aku ikut. Tapi aku malah harus berterimakasih pada Yanni, sebab pertandingan basket antar kelas ini seru juga. Tiba-tiba saja aku mendengar suara dari kejauhan yang sangat kukenal. Yah itu suara Willy! Dia tengah berbicara dengan teman perempuannya.

“Vit, pinjem biologinya dong,” suara Willy terdengar bingung. ‘Sorry Will, kaku nggak ada pelajaran Biologi.” Cewek itu membalas. Willy tampak makin gelisah.

“Aku ada pelajaran Biologi..,’ ujarku menghampiri mereka. Willy tampak salah tingkah.
“Mm, nggak usah, Sar, thanks. Aku bisa pinjam ke yang lain;” jawabnya seraya berlalu.
Aku tercenung. Tanpa kusadari lebih jauh mataku berkaca-kaca.
“Sar! Apa-apaan sih kamu, nolak David? Goblok banget lo!” umpat Novi.
Aku tertawa. “Kok kamu yang sewot sih?,
‘Eh Sar, kita bukan sewot, tapi heran. Asal lo tau aja yah, David itu tuh 10 kali lebih baik daripada Willy. Eh, elo lagi berani-beranian nolak dia? Eh, Sar!” kali in Yanni yang terdengar kesal. “Tapi aku kan nggak suka David. Lagipula aku masih sayang Willy.”
“Tapi kan seenggak-enggaknya kamu bisa ngebuktiin ke Willy kalo kamu juga bisa punya pacar yang tentunya lebih baik daripada dia.” 
‘Justru itu, untuk sementara ini aku tidak mau membuatnya sakit,’ kataku bergetar.
Yanni dan novi terdiam.

“Loh, sekarang gini, dia sudah lebih dulu nyakitin hati dan perasaan lo, ngapain juga lo pikirin dia, nggak ada artinya. Sar, percaya sama gue untuk pengorbanan lo yang satu ini. Lupain dia, karena diri lo pantas untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang lo dapat selama ini, ngerti!’ jelas Yanni.
Memang, aku akui sampai detik ini pun aku masih mengharapkan Willy kembali, kenangan bersama dia tidak mudah untuk kulupakan begitu saja, karena dia-lah yang selama ini hadir pada saat aku butuh kasih sayang dan aku rasa dia tulus memberikan itu semua padaku.

Ciiit, aku menghentikan mobilku mendadak di depan sebuah minimarket. Terang aja Yanni dan Novi ngomel-ngomel.
‘Sorry ya, tapi beli kadonya disini aja ya? Lebih deket.’ 
‘Dasar Sari! Ngapain sih pake ngasih kado ke Willy segala. Padahal….’ ucapan Yanni tiba-tiba terhenti setelah melihat ke arah luar.
Aku mengikuti pandangannya. Ya Tuhan, Willy!! Bersama dengan seorang cewek yang cukup manis. Mesra. Aku langsung lemas.

“Heh, cepat pergi Sar! Nanti mereka ngeliat kita.’ ucapan novi membuatku tersadar.
Tapi terlambat, Willy keburu melihat ke arahku. Lengkap dengan air mata yang kini tidak bisa kutahan. Aku terisak pedih. Sejenak aku sadar, bahwa diriku tidak siap untuk menerima kenyataan ini. Tiba-tiba kurasakan pandanganku berkunang-kunang. Gelap. Selanjutnya aku tidak tahu lagi apa yang terjadi?
Ketika membuka mata, kepalaku terasa penat. Aku mencoba mengingat apa yang sudah terjadi tadi siang.
‘Sar,? Akhirnya kamu sadar juga. Tadi itu kamu pingsan, lalu dibawa temen kamu kesini,’ suara Papa terdengar jelas ditelingaku.
‘Papa tinggal dulu ya, Sar. Kalo seandainya kamu perlu apa-apa, panggil aja suster. Lagian temen-temen kamu udah pada nungguin diluar,’ ujar Papa sembari melangkah pergi.
‘Mau kemana, Pa?’
‘Kantor’. Papa masih banyak urusan.’
Aku mengeluh. Terisak lagi. Batinku pedih, kini aku merasa tidak ada lagi yang peduli akan diriku. Tiba-tiba kulihat Yanni dan Novi masuk.

‘Sar, kamu nggak pa-pa kan? Kita sampe cemas loh. Kamu ini macem-macem aja,”ujar Novi sembari merapihkan selimutku.
‘Udahlah Sar, ngapain kamu terus mikirin Willy? Biar aja dia sama cewek lain. Kamu kan masih punya kita? Lagian cowok di dunia ini bukan cuma  dia aja kok,’ sambung Yanni.
Aku tersenyum. Sungguh, kehadiran mereka kali ini sangat menghibur batinku.
‘Oh ya Sar, ngomong-ngomong ada yang mau ketemu nih sama kamu. Dari tadi dia udah nunggu. Boleh masuk nggak?’, tanya Novi.
‘Siapa sih?’ ‘Ada deh, tapi boleh nggak nih?’ Aku mengangguk. Yanni membuka pintu.
David!!
‘Hei,ba-bagaimana keadaan kamu?’ tanyanya kikuk.
Aku hanya tersenyum. Sesaat aku sadari kalau duniaku ini belum berakhir, Willy. karena aku masih memiliki begitu banyak hal yang lebih berarti lagi, yaitu teman-temanku.

Kasih...
Kini kau datang menghampiriku
Tebarkan sari pada putik bunga
Menjadikan madu awal musim

Tatapku pada padang bunga
Taman pelangi di negri awan
Kulangkahkan diriku kedepan
Ku harap gapai mawar jadi mekar


No comments: