Monday, October 15, 2012

Malaikat Kecil


Kulihat kembali tumpukan surat kabar di rak meja ruang tamu. “Kecelakaan Garuda Tewaskan Ratusan Orang,” itulah topik yang selalu diberitakan dan manjadi headline hampir di semua surat kabar nasional yang telah terbit sekitar sebulan yang lalu. Tragedi itu jugalah yang menewaskan kedua orang tuaku dan membuat adikku satu-satunya terbaring koma sampai detik ini. Ada rasa sesal, sedih, kecewa, marah, dan benci yang teramat sangat. Kalau saja Tita adikku, tidak selalu merengek ingin liburan ke Paris, pasti kecelakaan itu tidak akan membuatku, yang masih menjadi mahasiswa tingkat III, menjadi yatim piatu secepat ini.
Mungkin predikat anak sial yang kudeklarasikan untuk Tita memang tidak salah. Selama 15 tahun kurasakan betapa bahagianya menjadi anak tunggal yang selalu dimanja. Orang tuaku yang merupakan pengusaha sukses selalu memberikan apapun yang kuminta. Tapi
  kehadiran seorang adik di tengah-tengah kami menjadikan hidupku berubah 180 derajat. Mama lebih memperhatikan Tita dan menyuruhku selalu mengalah. Tidak hanya itu, kedua orang tuaku pun selalu membelanya meskipun jelas-jelas Tita-lah yang bersalah. Ibarat putri raja yang seketika menjadi anak tiri. Menyebalkan!! Kebencian itu sudah kupuruk semenjak mama dinyatakan positif hamil. Dan setiap hari hanya stres yang aku rasakan bila sudah berada di dalam rumah, karena tidak ada sedetik pun yang terlewatkan bagi Tita untuk tidak menggangguku.
Kejadian kecelakaan itu tidak membuat setitik pun rasa iba, bahkan kebencianku semakin memuncak padanya. Dialah yang merebut kebahagiaanku, dan dialah yang telah merenggut nyawa kedua orang tuaku. Kejadian itu benar-benar membawa kesialan bagi kehidupan pribadiku. Aku sudah tidak ada waktu lagi untuk jalan dengan teman-temanku. Bahkan Indra, pacarku, memutuskan hubungan kami hanya karena aku terlalu sibuk dengan Tita 3 kali, itupun hanya untuk mengurus administrasi dan sekedar formalitas di depan dokter saja.
Hari ini aku menjenguk Tita. Gadis kecil yang diperlengkapi dengan selang dan alat bantu kehidupan lainnya itu, terbaring di ruang ICU yang cukup luas dan bernuansa putih-putih. Saat melihat wajah itu hatiku selalu menjerit, “Dasar pembunuh!! Kenapa loe gak mati aja sekalian! Anak sial, loe gak hanya merebut mama dan papa tapi juga temen-temen gue, indra, dan semua kebebasan gue!!” Tak terasa air mata mengalir di pipiku, bukan air mata kesedihan, tapi air mata kebencian. Kenapa Tuhan tidak mencabut nyawanya saja sekalian. Kehidupannya hanya akan menjadi beban seumur hidupku!
Tak kuasa menahan tangis, akhirnya aku keluar menuju taman rumah sakit dan duduk di salah satu bangku taman yang terlindung sengatan matahari oleh sebuah pohon yang rindang. Dan di situlah air mataku mengalir deras. Tiba-tiba kusadari ada gadis kecil dengan rambut dikuncir dua sedang memperhatikanku. Seketika itu pula aku teringat Tita, dan kebencian itu mendidihkan darahku kembali.
Ngapain sih? Gak ada kerjaan apa ngeliatin orang nangis. Anak kecil kayak kamu bukannya sekolah malah main-main di rumah sakit! Bentakku.
Yang dibentak hanya tersenyum.
Namaku Rara, kakak siapa?”
“Yee.. nih anak bukannya pergi. Udah deh, gue lagi stress, jangan bikin kepala gue makin mumet deh.”
“Semua orang yang ke rumah sakit pasti mumet, tapi itulah hidup, kadang sehat, kadang sakit. Orang suka lupa sama Tuhan kalau lagi sehat, tapi kalau lagi sakit, apalagi deket-deket mau meninggal, eh bukannya tobat malah nyalahin Tuhan, koq Tuhan ngasih cobaan seberat ini.” Jawabnya yang membuatku melongok.
“Ih, dasar anak kecil sok tau!!”
“Aku tau, adik kakak sedang koma ya”
“Gak usah dibahas deh!! Gara-gara dia, mama dan papa meninggal.”
“Dia beruntung karena dia masih punya kakak. Aku juga sakit, suatu saat nanti Tuhan mengambil penglihatanku, tapi aku yakin Tuhan akan membantu dalam kebutaanku karena Dia selalu adil pada semua orang, dan tidak akan membiarkan seorang pun mendapat cobaan yang tidak bisa ditanggungnya.”
****
Kejadian hari itu benar-benar telah membuka mata hatiku. Seorang anak kecil telah mengajarkanku arti kehidupan. Ia benar, Tita hanya tinggal memilikiku. Aku tak pernah membayangkan bagaimana perasaannya saat ia tahu mama dan papa telah meninggal
Entah mengapa akhir-akhir ini aku malah merindukan kehadiran Tita. Rumah ini benar-benar sepi tanpa canda dan kata-kata polosnya yang selalu membuat mama terpingkal-pingkal. Kulangkahkan kakiku ke kamar Tita di lantai atas. Kamar yang bernuansa pink, gambar kartun dimana-mana. Kamar yang tak pernah ku datangi sejak tragedi itu.
Tiba-tiba mataku menangkap sebuah buku harian bergambar mickey mouse. Kubaca lembar demi lembar. Tak kusangka gadis berusia 7 tahun itu menulis segalanya tentang diriku.
Kaka Aurora adalah kakak paling cantik di dunia. Aku sayang padanya, amat cinta padanya. Aku hanya ingin kakak bahagia, aku ingin seperti teman-teman, aku ingin kakak mengajakku jalan-jalan, aku ingin kakak mengajariku matematika, karena dia sangat pintar. Tapi koq kakak gak pernah mau ya?? Aku sedih. Aku pernah tanya sama mama apa kakak membenciku? tapi kata mama kakak sangat sayang padaku, dia cuma gak enak badan, makanya males ngomong sama aku. Aku suka ngejailin kakak, karena aku mau main sama kakak, tapi aku sedih karena kakak menampar mukaku. Aku gak bilang sama papa, takut kakak dimarahi dan nanti malah membenciku.
Aku nangis semalaman saat kakak membuang kado ulang tahun yang aku kasih, padahal aku membeli kado itu dengan uang jajan yang aku tabung selama seminggu sampai-sampai aku lapar karena gak bisa jajan. Kakak marah-marah waktu baju pestanya bolong. Tadinya aku cuma ingin nyetrikain baju biar gak kusut, tapi pas lagi nyetrika, aku dipanggil mama, eh aku lupa, bajunya jadi bolong, trus aku dimarahin abis-abisan deh.
Diari aku punya rahasia besar!! Kakak kan punya pacar namanya Indra, tapi aku gak suka sama dia!! Aku tau dia punya pacar lain, kak Veronika, sahabat kak Aurora. Aku pernah liat mereka mesra-mesraan waktu aku nganterin mama ke mall. Tapi aku gak berani bilang karena aku takut kakak marah dan gak percaya, aku takut ditampar kayak waktu itu.
Asyiiik… besok aku ke Paris sama mama dan papa, tapi kakak gak ikut karena lagi ujian, tapi aku janji akan beliin oleh-oleh yang buaaaaanyak  untuk kakak. Aku ingin kakak juga ikut bahagia….”
Air mataku mengalir deras, kepalaku seperti terhantam ombak. Ya Tuhan, bagaimana bisa selama ini aku menyia-nyiakan adik kandungku. Kecintaannya padaku yang mendalam malah kubalas dengan kebencian yang membara. Kado itu, baju pesta itu, dan tamparan yang merupakan puncak  kekecewaanku, rahasia tentang Indra…… BODOH!!!!! Kamu adalah manusia paling kejam di dunia, Aurora. Adik yang bagaikan malaikat itu telah kau sakiti hatinya! Telah kau robek perasaannya! Adik yang selalu mengingatmu dan selalu berusaha untuk membahagiakanmu, malah kau tindas! Aku kembali teringat dengan tamparan itu. Aku menamparnya dengan sangat keras, sampai pipinya benar-benar merah, tapi ia hanya tersenyum dan bilang “Terima kasih, Kak.”
Ya Tuhan, izinkan aku untuk menebus dosa dan kesalahanku. Tapi… semua terlambat. Tepat pukul 23.00 WIB malam itu, pihak rumah sakit meneleponku dan mengabarkan Tita telah pergi untuk selamanya.
Sekarang aku sendiri, hanya sendiri. Permohonan tololku agar Tuhan mengambil nyawa adikku benar-benar terkabul. Seminggu setelah pemakaman Tita, aku kembali ke rumah sakit untuk menemui Rara, tapi pihak rumah sakit mengatakan bahwa Rara telah meninggal seminggu yang lalu. Ia terlindas truk, karena pada saat menyebrang, penyakit gloukoma yang selama ini dideritanya telah menyebabkan kebutaan yang mendadak, sehingga ia tak mampu melihat saat ada truk yang melintas. Rara adalah gadis kecil yang selama ini dirawat oleh pihak rumah sakit. Dulu, Rara ditemukan di sebuah selokan karena dibuang oleh ibu kandungnya sendiri.
Dua orang gadis kecil yang telah mengajariku arti kehidupan dan memberikan cinta kepadaku, kini telah pergi untuk selamanya. Hanya penyesalan yang tersisa, tapi itu menjadi pelajaran yang amat berarti untuk masa depanku. Merekalah malaikat kecil yang selalu ada dan tetap akan ada untuk selamanya di dalam hatiku.
****
DOA
Ya Tuhanku,
Belumlah tersingkap satu bibir misteri-Mu
Tabir yang menutupi kegundahan jiwaku

Ya Tuhanku,
Aku hanyalah seorang pendoa
Karena aku hanya mampu bermunajat kepada-Mu
Dalam sujudku….
Dalam keikhlasanku….
Ketika ku terjaga di tengan malam-Mu yang picik
Kau kuatkan aku….
Melepas indahnya merajut mimpi yang semu

Ya Tuhanku,
Kumau….
Kau jagakan dia untukku
Dan Kau jagakan pula aku untuknya
Jangan pernah Kau biarkan…
Setitik penyakit pun…
Melubangi hatiku

Ya Tuhanku,
Kumau…
Jika kelak Kau ijinkan aku
Menyongsong hari itu…
Biarkan aku berkhusnudzon kepada-Mu
Karena aku hanyalah seorang hamba
Dengan segala keterbatasanku,
Panjang akalku tak sanggup menembus batas takdir-Mu
Takdir yang telah Kau siapkan untukku

Ya Tuhanku,
Kumau…
Kau ajari aku…
Tawadhu’ atas segala akhir scenario-MU

1 comment:

failynnachbar said...

How to play blackjack online, casino, and slots - DrmCD
With blackjack, 나주 출장마사지 players 의정부 출장마사지 win as much as they can while in 밀양 출장샵 a casino, which also accepts players from 서귀포 출장마사지 the United States. Play 제천 출장샵 the games online.